Saturday, September 19, 2015

Pengertian Do'a dan Pentingnya Do'a untuk kehidupan - Karya tulis tentang doa


HIDUP TANPA DOA BAGAI TENTARA TANPA SENJATA



Disusun dan diajukan guna melengkapi dan memenuhi syarat – syarat mengikuti Ujian Akhir Sekolah (UAS) dan Ujian Nasional (UN) SMA AL-ISLAM 1 Surakarta Tahun Pelajaran 2015/2016
Disusun Oleh
     Nama                           : IRBAH AUFA ASYIQI
Kelas / No. Absen       : XII.IPS.1 / 11
               No. Induk                     : 02229

SEKOLAH MENEGAH ATAS AL ISLAM 1 SURAKARTA
TAHUN AJARAN 2015/2016




PENGESAHAN

Karya tulus ini telah diterima dan disetujui oleh guru pembimbing sebagai syarat untuk mengikuti Ujian Sekolah dan Ujian Nasional di SMA Al Islam 1 Surakarta tahun pelajaran 2015 / 2016, pada :

Hari                             :  ...........................
Tanggal                       :  ...........................


Mengetahui,
Kepala SMA Al Islam 1 Surakarta,                                        Pembimbing,

Drs. H. Abdul Halim                                                             Erwin Nugroho, S.Pd.i
NIP . - - -                                                                                 NIP




MOTTO
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad SAW) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. ( QS. Al Baqarah : 186 )

Subhanallah (Maha Suci Allah SWT) Sesungguhnya sesudah kesulitan akan datang kemudahan. Maka kerjakanlah urusanmu dengan sungguh sungguh dan hanya kepada Allah SWT kami berharap. (QS. Al Insyiroh 6 – 8)

Janganlah kamu mengecilkan dari kebaikan walaupun dengan hanya melemparkan senyuman pada saudaramu / kerabatmu.
(HR. Muslim)

Kita bangsa besar, kita bukan bangsa tempe. Kita tidak akan mengemis, kita tidak akan minta-minta apalagi jika bantuan-bantuan itu diembel-embeli dengan syarat ini syarat itu  Lebih baik makan gaplek tetapi merdeka, dari pada makan bestik tetapi budak. (Bung Karno, Presiden pertama RI)

Masalah adalah anak tangga menuju kekuatan yang lebih tinggi. Maka, hadapi dan ubahlah menjadi kekuatan untuk menuju kesuksesan. Tanpa masalah, kita tak layak memasuki jalur keberhasilan. Bahkan hidup ini pun masalah, karena itu terimalah sebagai hadiah.


PERSEMBAHAN

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT Karya Tulis Pelajaran Tafsir yang berjudul “ Hidup Tanpa Do’a Bagai Tentara Tanpa Senjata” penulis persembahkan kepada :
1.      Kedua orang tua penulis yang tercinta dan tersayang, Umi Yusniar Martati dan Abi Chamid Asyiqi yang telah berjuang, mendoakan, melindungi, merawat, menjadi tauladan bagi anak- anaknya dan yang telah mensupport penulis baik moral maupun material untuk menyelesaikan Karya Tulis ini dengan baik. Semoga segala kebaikan Abi dan Umi yang telah diberikan kepada anak – anaknya mendapat pahala dari Allah SWT. Aamiin.
2.      Kakakku tersayang, Mas Ilham Akbar Asyiqi yang telah banyak membantu adiknya buat menyelesaikan Karya Tulis.
3.      Teman – teman semua, angakatan 2015/1016 terutama buat teman XII.IPS.1  yang telah mewarnai pembuatan Karya Tulis menjadi terkesan dan tidak akan pernah terlupakan dalam kenangan.
4.      Guru dan karyawan terutama Wali Kelas XII.IPS.1 yang selalu mensupport kami buat menyelesaikan Karya Tulis dengan baik.
5.      Diri sendiri mencintai dan menyayangi diri sendiri itu sebelum mencintai dan menyayangi orang lain. Bersyukurlah kepada Allah SWT. atau apa yang telah diberikan-Nya kepada penulis.


 
KATA PENGANTAR

            Puji Syukur penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT atas segala limpahan dan karunia-Nya sehingga Karya Tulis yang berjudul “Hidup Tanpa Do’a Bagai Tentara Tanpa Senjata” telah diselesaikan dengan baik dan lancar.
            Disusunnya Karya Tulis ini bertujuan memenuhu syarat mengikuti Ujian Sekolah dan Ujian Nasional di SMA Al Islam 1 Surakarta tahun ajaran 2015/2016. Disamping itu, pembuatan Karya Tulis ini juga merupakan salah satu latihan dari penulis pribadi kelak nanti ketika sudah melanjutkan di jenjang pendidikan berikutnya untuk membuat semacam Karya Tulis seperti ini.
            Dalam proses penyusunan Karya Tulis ini, penulis mendapatkan bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1.      Bapak H. Drs. Abdul Halim, selaku Kepala SMA Al Islam 1 Surakarta
2.      Bapak Erwin Nugroho, selaku Guru Pembimbing pembuatan Karya Tulis
3.      Ibu Dra. Astiwi Setiyani, selaku Wali Kelas XII.IPS.1, yang telah membina, mengajari, menjaga, penulis dalam pembelajaran khususnya pada pembuatan Karya Tulis ini
4.      Semua guru dan karyawan SMA Al Islam 1 Surakarta
5.      Orang tua dan keluarga yang memberikan dukungan baik berupa moral dan material 

6.      Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam penyelesaian Karya Tulis ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan dalan penyusunan Karya Tulis ini. Kritik dan saran yang membangun semangat penulis harapkan untuk perbaikan Karya Tulis ini. Akhir kata penulis berharap semoga Karya Tulis ini berguna bagi penulis maupun pembaca.



Penulis




DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL  ............................................................................................  i
HALAMAN PENGESAHAN  .............................................................................  ii
HALAMAN MOTTO  .......................................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN  .........................................................................  iv
KATA PENGANTAR  .........................................................................................  v
HALAMAN DAFTAR ISI  ................................................................................  vii
BAB I PENDAHULUAN  ..................................................................................    1
1.1    Latar Belakang Masalah  ..........................................................................   1
1.2    Rumusan Masalah  ...................................................................................   2
1.3    Tujuan Penulisan  .....................................................................................   2
1.4    Metode Pengumpulan Data  .....................................................................   3
1.5    Sistematika Penulisan  ..............................................................................   3
BAB II DO’A DAN KEDUDUKANNYA DALAM DIRI MANUSIA  ............   4
     A.    Pengertian Do’a  .......................................................................................  4
     B.     Hakekat dan Kedudukan Do’a  ................................................................   9
      C.     Dasar Hukum Do’a  ................................................................................. 14
BAB III DO’A ADALAH PERHIASAN HIDUP  .............................................  21
     A.    Khasiat Do’a Sepanjang Masa  ...............................................................   21
     B.     Syarat dan Adab Berdo’a  .......................................................................  24
     C.     Waktu Do’a Yang Mustajab  ..................................................................   30
     D.    Fungsi Do’a  ...........................................................................................   34
BAB IV PENUTUP  ...........................................................................................  40
     A.    Kesimpulan  ............................................................................................  40
     B.     Saran  ......................................................................................................  40
DAFTAR PUSTAKA  .......................................................................................   ix




BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang Masalah

  Dalam kehidupan modern saat ini, selalu saja ada satu waktu dimana manusia merasa tidak mengerti, tidak tahu serta tidak mampu mengatasi permasalahan kehidupan yang dihadapinya. Bahkan, orang yang mengedepankan rasional atau  seorang yang sudah berhasil menempuh pendidikan jenjang tertinggi sekalipun suatu saat mengalami kondisi saat dirinya tidak tahu dan tidak mampu.
Ketika seseorang merasa tidak tahu dan tidak mampu untuk mengatasi permasalahan yang dihadapinya, maka ia akan membutuhkan kekuatan dari luar dirinya yang diyakini akan bisa membantu mengatasi permasalahannya. Kekuatan dari luar mungkin bisa Sang Pencipta atau hal-hal lain yang dianggap mampu dan diyakini mampu membantu mengatasi permasalahan.
Sebagai Insan yang beriman tentu saja dalam mangatasi problematika kehidupan selalu disandarkan pada kekuatan Tuhan, tidak dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan Agama. Apalagi sebagai umat islam dituntunkan untuk meminta pertolangan hanya kepada-Nya.
Allah SWT berfirman;
{5} نَسْتَعِينُ وَإِيَّاكَ نَعْبُدُ إِيَّاكَ
Artinya :  Hanya Engkaulah yang Kami sembah dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan. (QS.Al Faatihah ayat ;5)

Salah satu ekspresi seorang dalam meminta pertolangan kepada Allah dengan melalui Do’a yang dipanjatkan dengan tulus ikhlas dan dengan keyakinan penuh akan terkabulnya.
Do’a merupakan harapan munculnya kekuatan dari Tuhan agar bisa memecahkan permasalahan, Do’a juga sebagai sugesti sesorang agar mampu mengatasi berbagai permasalahan hidup yang diahadapi.
Hal inilah yang mendorong penulis untuk memilih do’a sebagai bahan penulisan Karya Tulis.

1.2    Rumusan Masalah
2.      Bagaimana pengertian do’a?
3.      Kapan waktu – waktu  do’a yang mustajab?

1.3    Tujuan Penulisan
2.      Mengetahui pengertian do’a
3.      Mengetahui waktu do’a yang mustajab

1.4  Metode Pengumpulan Data
Dalam pembuatan Karya Tulis ini akan memakai metode pengumpulan data berupa kepustakaan yang akan mengambil referensi dari buku – buku, dan sumber internet.

1.5 Sistematika Penulisan
Pembahasan Do’a dalam Karya Tulis ini disusun dengan metode umum ke khusus. Adapun urutan – urutan pembahasan sebagai berikut : Bab I Pendahuluan, dalam bab ini dikemukakan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan masalah, metode pengumpulan data, dan sistematika penulisan. Bab II Do’a dan Kedudukannya Dalam Diri Manusia. Bab III Doa’a Adalah Perhiasan Hidup. Bab IV Penutup, dalam bab ini dikemukakan kesimpulan dan saran.

BAB II
DO’A DAN KEDUDUKANNYA DALAM DIRI MANUSIA

A.      Pengertian Do’a
Do’a berasal dari Bahasa Arab yang artinya: panggilan, mengundang, permintaan, permohonan, do’a, dan sebagainya.  Berdo’a artinya menyeru, memanggil, atau memohon pertolongan kepada Allah SWT atas segala sesuatu yang diinginkan.
Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shidieqy pernah berpendapat tentang pengertian do’a menurut Abu Qasim An-Naqsyabandy, yang telah menyatakan dalam syarah "Al Asma-ul Husna" bahwa, lafaz do’a banyak disebutkan dalam Al-Qur`an, dan masing-masing mempunyai makna tertentu. Adapun do’a secara etimologi sebagai berikut:
1.            Do’a dalam makna Ibadah, Do’a adalah ibadah itu sebagaimana orang shalat akan mendapatkan ganjaran atas shalatnya, orang yang bersedekah juga diberi pahala atas sedekahnya. Orang yang berpuasa, menunaikan haji, dan umrah, mereka semua akan mendapatkan pahala dari perbuatan mereka. Demikian juga dengan orang yang berdo’a. Ia akan mendapatkan pahala dari do’anya, baik do’a itu cepat terkabul maupun ditangguhkan pengabulannya.
Adapun dalil – dalil yang menyatakan bahwa do’a adalah ibadah yaitu :
 
a.       Q.S Yunus : 106, yang berbunyi: "Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah SWT; sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim." (QS. Yunus [10] : 106)
Lafaz do’a diatas, menunjukan makna penyembahan atau ibadah. Secara esensial ia menunjukan suatu pengetahuan tentang Tuhan (ma`rifatullah). Yakni, ibadah yang menebus setiap aspek eksistensi manusia dengan berbagai ritus dan ritual, ia merupakan amalan lahiriyah yang mengandung makna batiniah dan memungkinkan sang hamba untuk menjadi seorang yang arif.
b.      Perkataan Nabi Ibrahim yang termasuk dalam Q.S Maryam : 48-49 yang berbunyi : “Dan Aku akan menjauhkan darimu dan dari apa yang kamu seru selain Allah SWT, dan aku akan berdo’a kepada Rabbku, mudah – mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdo’a kepada Rabbku. Maka ketika Ibrahim sudah menjauhkan diri dari mereka dan dari apa yang mereka sembah selain Allah. Kami anugerahkan kepadanya Ishak, dan Yaqub. Dan masing- masingnya kami angkat menjadi nabi.” (Q.S Maryam [19] : 48-49)
c.       Firman Allah SWT tentang perkataan para pemuda Ashabul Kahfi dalam Q.S Al – Kahfi : 14 yang berbunyi : “... Rabb kami adalah Rabb seluruh langit dan bumi, kami sekali kali tidak akan mnyeru Rabb selain Dia ....” (Al – Kahfi [18] : 14)
Semua dalil di atas menegaskan bahwa do’a adalah ibadah. Maka dari itu, siapa pun yang berdo’a kepada Allah SWT sebagaimana yang telah diperintahkan-Nya, dengan izin Allah SWT ia akan mendapatkan pahala meski belum terlihat tanda – tanda do’a dikabulkan. Itu disebabkan ia tengah berada dalam ibadah, sebagaimana orang yang puasa, shalat, haji, dan berjihad berada dalam ibadah. Dan seorang yang berdo’a, ia pun tengah berada dalam ibadah, dengan kadar nilai yang berbeda – beda. Karena itu, sudah seharusnya kita memperhatikan sesuatu yang merupakan bagian dari memahami ibadah ini.
Seperti contoh: ada orang yang mengarahkan segala kemampuannya dan bersungguh – sungguh dalam mencari rezeki, namun tidak mendapatkan hasil atau bahkan kerugian yang diterima. Sebaliknya, seseorang tidak terlalu memeras keringat dan tidak terlalu bersungguh – sungguh dalam mencari rezeki, ia hanya bekerja apa adanya, tetapi diiringi dengan do’a memohon kepada Allah SWT di saat – saat yang mustajab, Allah pun mengabulkan do’anya.
Contoh di atas tersebut bukan bermaksud mengajak kita untuk bersantai – santai tanpa amal dan berusaha dalam meraih rezeki. Tetapi, agar kita orang mukmin tidak lupa untuk berdo’a kepada Allah SWT dalam setiap waktu dan kesempatan. Hanya kepada Allah SWT lah tempat meminta, tiada daya dan kekuatan kecuali milik Allah SWT.
2.             Do’a dalam makna al-Sual (permintaan), Allah SWT berfirman dalam Al-Qur`an surat Al-Mukmin : 60, yang berbunyi: "Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang  yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". (QS. Al-Mukmin [40] : 60)
3.      Do’a dalam makna percakapan, Allah SWT berfirman dalam Al-Qur`an surat Yunus : 10, yang berbunyi: "Do’a mereka di dalamnya ialah: "Subhanakallahumma", dan salam penghormatan mereka ialah: "Salam". Dan penutup do’a mereka ialah: "Alhamdulilaahi Rabbil 'aalamin". (QS. Yunus [10] : 10)
4.     Do’a dalam makna al-Nida` (memanggil, seruan), Allah SWT berfirman dalam Al-Qur`an surat al-Isra` ayat 52, yang berbunyi: "Yaitu pada hari Dia memanggil kamu, lalu kamu mematuhi-Nya sambil memuji-Nya dan kamu mengira, bahwa kamu tidak berdiam (di dalam kubur) kecuali sebentar saja". (QS. Al-Isra [17] : 52)
Al-Nida`, seruan Allah SWT "menyeru" manusia kepada kebahagiaan. Manusia menyeru Tuhannya ketika sedang berdo’a dan membutuhkan. 10 Do’a dalam arti memanggil Allah SWT dalam rangka mengajukan permohonan kepada-Nya. Begitu penting bagi seorang Muslim, karena do’a merupakan tanda bahwa manusia sebagai hamba yang sangat membutuhkan terhadap Tuhannya.
Demikianlah  kata do’a sebagian yang ditemukan dalam Al-Qur`an dan kitab-kitab para ahli do’a yang memberi pengertian terhadap do’a. Selanjutnya, para ahli juga memberi beberapa makna do’a secara terminologi. Banyak dijumpai dalam berbagai kajian, hal ini terletak pada siapa dan bagaimana ia mendifinisikannya. Apapun do’a secara terminologi adalah sebagai berikut:
1.    Anis Masykhur dan Jejen Musfah, dalam bukunya "Do’a Ajaran Ilahi" menyebutkan; do’a menurut Al-Thiby adalah melahirkan kehinaan dan kerendahan diri dalam keadaan tidak berdaya dan tidak berkekuatan kemudian menyatakan hajat, keperluan, ketundukan kepada Allah SWT. Dalam pengertian amalan keagamaan, do’a dikenal sebagai upaya memanggil Allah SWT dalam rangka mengajukan permohonan kepada-Nya.
2.    Menurut Mohammad Saifullah Al-Aziz, dalam bukunya "Risalah Memahami Ilmu Tasawuf" menyatakan bahwa do’a adalah suatu realisasi penghambaan dan merupakan media komunikasi antara makhluk dengan Khaliknya, serta dicurahkan segala isi hati yang paling rahasia. Dengan berdo’a, manusia merasa bertatap muka dengan Khaliknya serta memohon petunjuk maupun perlindungan. Jadi, do’a itu pada prinsipnya merupakan kunci dari segala kebutuhan hidup di dunia maupun di akhirat.
3.    Menurut Umar Hasyim, dalam karyanya "Memahami Seluk-baluk Takdir" menyatakan do’a adalah memohon kepada Allah SWT agar tercapai apa yang dimaksudkan dengan perantaraan mengerjakan segala syarat yang menjadi sebab berhasilnya usaha tersebut. Do’a adalah takdir Tuhan untuk manusia.
4.    Menurut Abdul Azis Dahlan, dalam Ensklopedi Hukum Islam, menyebutkan; do’a ialah permohonan dan permintaan dari seorang hamba kepada Tuhan dengan menggunakan lafaz yang dikehendaki dan dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan.
Pengertian tentang do’a diatas, secara umum menunjukan pada arti yang sama antara yang satu dengan yang lain. Sehingga, dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.    Do’a adalah pernyataan hajat atau keperluan. Melalui, merealisasi penghambaan dengan melahirkan kehinaan dan kerendahan diri dalam keadaan tidak berdaya dan tidak berkekuatan, kemudian mencurahkan segala isi hati yang paling rahasia kepada Allah SWT.
2.      Do’a merupakan media komunikasi antara makhluk dengan Khaliknya. Dengan demikian, penggunaan lafaz harus sesuai serta dapat memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam berdo’a.
3.      Berdo’a bukanlah hanya memohon, tetapi harus juga berikhtiar sesuai dengan jalan yang semestinya. Agar tercapai dengan apa yang dimaksud melalui perantara, mengerjakan segala syarat yang menjadi sebab berhasilnya usaha tersebut. Do’a juga merupakan takdir ( ketetapan ) Tuhan, dimana setiap manusia harus melakukannya.
B.       Hakekat dan Kedudukan Do’a
Dalam kehidupan manusia, permasalahan do’a bukanlah sesuatu yang bersifat lengkap sehingga bisa dikesampingkan begitu saja, sungguh tidak mungkin. Sebab, ia merupakan perkara yang berkaitan dengan kepercayaan. Bahkan secara fungsional, do’a merupakan penentuan nasib hidup manusia yang paling penting. Do’a memiliki kekuatan tersendiri yang dapat mengantarkan manusia kepada kebahagiaan yang abadi.
Dalam berdo’a dituntut adanya kehadiran hati dan ketundukan kepada Allah SWT dengan tawajjuh kepada-Nya, juga dengan niat, harapan, tawakal, rasa cinta kepada apa yang ada pada-Nya, dan takut dari siksa-Nya.
Selain itu, dalam berdo’a juga dituntut adanya ibadah lisan berupa ketekunan dalam ber-tamjid (pengagungan), tahmid (pemujaan), taqdis (penyucian), thalab (pencarian), mas’alah (permintaan), ibtihal (berdo’a dengan sepenuh hati) dan tadharru’ (merendahkan diri).
Berdo’a juga menuntut ibadah jasad. Yaitu dengan kepasrahan dan ketundukan di hadapan Allah SWT, merendah kepada-Nya, merasa tidak memiliki daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan-Nya, sambil memohon pertolongan kepada-Nya, bukan kepada selain-Nya. Juga menuntut bentuk ibadah lain yang terkandung dalam do’a, oleh karena itu Allah SWT berfirman dalam Q.S Al-Furqan : 77 yang berbunyi : Katakanlah (kepada orang – orang musyrik), “Rabbku tidak mengindahkan kamu, melainkan kalau ada ibadahmu. (Tetapi bagaimana kamu beribadah kepada-Nya), padahal kamu sungguh telah mendustakan-Nya? Karena itu kelak (adzab) pasti (menimpamu)” (Q.S Al-Furqan [25] : 77)
Maksudnya Allah SWT tidak akan mengindahkan ibadah kalian, kecuali jika ibadah kalian mencakup dua hal yaitu pertama, do’a ibadah dengan seluruh macam jenisnya yang tampak dan tidak tampak, yang berupa perkataan, perbuatan, niat, dan meninggalkan (larangan – larangan-Nya). Seluruh macam ibadah ini akan memenuhi hati dengan keagungan dan kemuliaan Allah SWT. Kedua, do’a mas’alah dan thalab (do’a permohonan). Yaitu do’a seorang hamba kepada Rabb-nya dan permintaannya kepada-Nya akan sesuatu yang bisa memberi manfaat kepadanya di dunia dan di akhirat, mencegah apa yang dapat membahayakannnya, dan menghilangkan musibah yang telah menimpanya. Do’a jenis ini memenuhi hati dengan harapan dan kepasrahan di hadapan Allah SWT, Dzat Yang Maha Agung Pujian-Nya.
Dengan demikian, jelaslah hubungan antara dua jenis do’a tersebut baik secara ucapan, perbuatan maupun keyakinan. Oleh karena itu tidak boleh mengalihkan sedikit pun dan ibadah do’a ini, kecuali hanya untuk Allah SWT. Barangsiapa yang mengalihkan sedikit saja dari ibadah do’a kepada selain Allah SWT, maka dia telah berdo’a, beribadah, shalat, dan taat kepada selain  Allah SWT. Demikian itu, dia telah menyekutukan Allah SWT dengan perbuatan syirik besar yang mengakibatkan dirinya keluar dari agama menurut kesepakatan kaum muslim.
Barangsiapa yang mau menganalisa secara rinci ayat – ayat Al – Qur’an Al-‘Azhim, berkaitan dengan ancaman syirik terhadap Allah SWT, maka dia akan mendapati bahwa kebanyakan ayat – ayat tersebut berisi tentang ancaman terhadap syirik dalam do’a. Karena do’a merupakan salah satu inti dari keyakinan, serta pengesaan Allah SWT di dalam rububiyah, uluhiyah, serta asma dan sifat-Nya. Dan perebuatan yang menyelisihinya merupakan penyakit syuhbat dan syahwat yang berkaisar antara syirik beserta perangkat – perangkatnya seperti bid’ah yang dimunculkan.
Do’a itu merupakan sesuatu yang paling mulia di sisi Allah SWT. Dia merupakan jalan menuju kesabaran di jalan Allah SWT, jalan menuju kejujuran dalam mencari perlindungan dan perlimpahan segala urusan, jalan menuju tawakal kepada-Nya, jalan untuk menjauhi sifat lemah dan malas, jalan untuk mendapatkan kenikmatan dan kelezatan dalam bermunajat kepada Allah SWT. Demikian itu, iman seorang yang berdo’a dapat bertambah dan keyakinannya semakin kuat. Allah juga mencintai hamba – hambanya yang senantiasa berdo’a meminta kepada-Nya.
Do’a adalah ibadah yang mudah, sederhana, dan bersifat umum sehingga sama sekali tidak terikat dengan tempat, waktu, dan keadaan. Dan bisa dilakukan pada malam maupun siang hari, di darat, laut maupun di udara, waktu berpergian maupun waktu mukim, dalam keadaan kaya maupun miskin, ketika sakit maupun sehat, dan dapat dilakukan secara sembunyi – sembunyi maupun terang – terangan. Do’a merupakan kebutuhan sepanjang umur, dia akan mengantar seorang muslim pada tingkatan awal peribadahan, pertengahasnnya, dan puncaknya. Agar selama hidup dia senantiasa dalam keadaan bergantung dan butuh kepada Sang Pecipta dan Penghulunya, Allah SWT.
Pada hakikatnya, do’a merupakan upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui cara yang benar dan sesuai dengan petunjuk Nabi. Sebagai konsekuensinya, orang yang bendo’a akan merasakan akhlaknya semakin bernilai serta akan tercapai perasaan tenang, sebagaimana yang dirasakan oleh Rasulullah SAW seketika pulang dari Tha`if dalam keadaan terluka, akibat dari perlakuan penduduk Tha`if. Dengan berdo’a, hati beliau menjadi sejuk dan damai.
Dari penjelasan diatas menunjukan bahwa, dengan berdo’a seseorang dapat merasakan keakraban yang lebih mendalam dengan Tuhannya, yang kemudian akan berpengaruh sekali dalam menumbuhkan rasa ketentraman dan kedamaian yang luar biasa. Selain itu, do’a merupakan program seorang Muslim atau sebuah target yang harus dicapai. Dengan demikian, ia akan selalu mempunyai perencanaan dan langkah-langkah sebagaimana dirangkai dalam do’anya.
Jadi, salah besar jika ada pendapat yang mengatakan bahwa berdo’a itu merupakan sikap orang yang lemah, yang bodoh, dan tidak tahu mana jalan yang harus dilalui atau merupakan suatu upacara yang boleh dikerjakan atau boleh ditinggalkan. Do’a kemudian dikambing hitamkan sebagai pelarian apabila mengalami kegagalan. Pendapat tersebut menunjukan bahwa orang yang mengatakannya tidak mengerti atau belum memahami makna do’a yang sebenarnya, sehingga belum pernah merasakan hikmah dalam berdo’a.
Membiasakan diri untuk senantiasa berdo’a bisa menjadi sebab terhindar dari bala’ (cobaan) dan menolak kesengsaraan. Betapa banyak bala’ dapat dicegah dengan perantara do’a. Cobaan dan ujian diangkat oleh Allah SWT karena do’a, serta dosa dan maksiat diampuni oleh Allah SWT karena do’a. Do’a juga dapat menjadi benteng bagi diri dari godaan setan dan tameng yang dapat menangkal anak panah setan. Allah SWT berfirman, “Dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata.” (An-Nisa’ [4] : 102)
Betapa banyak rahmat dan nikmat, baik yang lahir maupun yang batin dapat diraih karena sebab do’a. Seperti nikmat mendapat kemenangan, kemuliaan, kemampanan dan ketinggian derajat di dunia dan di akhirat. Demi Allah SWT, sungguh besar kedudukan do’a ini dan betapa agung karunia dan nikmat Allah SWT yang diberikan kepada hamba – hamba-Nya dengan perantara do’a.
C.      Dasar Hukum Do’a
Hukum do’a yang telah ditetapkan dalam Al-Qur`an dan sunah Nabi, menjadi bahasan yang masih ada kesalah fahaman antara ahli do’a masa kini. Hal ini sulit untuk merincikan mana yang diperbolehkan dan mana yang tidak diperbolehkan. Karena itu, sebaik-baik berdo’a adalah do’a yang bersumber dari Al-Qur`an, dan menghujamkannya ke dalam qalbu (hati). Kemudian tingkat selanjutnya adalah do’a yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, melalui sunahnya selama bisa dipahami dengan benar, atau bisa juga berdo’a dengan bahasa komunikasi apa pun, yang penting lahir dari keyakinan dan kecintaan kepada Allah SWT. Adapun hukum berdo’a yang sudah dijelaskan dalam Al-Qur`an dan Hadits-hadits Nabi, antara lain adalah:
1. Dalil-dalil dari Al-Qur`an
a. Dalam Al-Qur`an surat Al-A`raf : 55-56, Allah SWT berfirman :
-٥٥- الْمُعْتَدِينَ يُحِبُّ لاَ إِنَّهُ وَخُفْيَةً تَضَرُّعاً رَبَّكُمْ ادْعُواْ
إِنَّ وَطَمَعاً خَوْفاً وَادْعُوهُ إِصْلاَحِهَا بَعْدَ الأَرْضِ فِي تُفْسِدُواْ وَلاَ
 -٥٦- الْمُحْسِنِينَ مِّنَ قَرِيبٌ اللّهِ رَحْمَتَ
"Berdo’alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah SWT tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah SWT) memperbaikinya dan berdo’alah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah SWT amat dekat kepada orang - orang yang berbuat baik." (QS. Al-A`raf [7]: 55-56)

b. Dalam Al-Qur`an surat Al-Mukmin ayat 60, Allah SWT berfirman :
عِبَادَتِ عَنْ يَسْتَكْبِرُونَ الَّذِينَ إِنَّ لَكُمْ أَسْتَجِبْ ادْعُونِي رَبُّكُمُ وَقَالَ  -٦٠- دَاخِرِينَ جَهَنَّمَ سَيَدْخُلُونَ
Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina  dina. (Q.S. Al-Mukmin [40] : 60)
d.      Dalam Al-Qur`an surat Al-A`raf ayat 180, Allah SWT berfirman :
أَسْمَآئِهِ فِي الَّذِينَ وَذَرُواْ بِهَا فَادْعُوهُ الْحُسْنَى الأَسْمَاء وَلِلّهِ
-١٨٠- يَعْمَلُونَ كَانُواْ مَا سَيُجْزَوْنَ
"Hanya milik Allah SWT asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan" (Q.S. Al-A`raf [7] : 180)
2. Dalil-dalil dari Sunah
Diantara sabda Rasulullah SAW yang bisa dijadikan sebagai landasan berdo’a adalah hadits-hadits Rasulullah SAW sebagai berikut:
a. Suruhan untuk berdo’a oleh Rasullah SAW kepada umatnya. "Hendaklah setiap orang dan kalian memohon segala kebutuhan kepada Tuhan-Nya, sampai ia memohon kepada Tuhan takala tali sandalnya putus, " (HR. Muslim)
b. Pentingnya berdo’a, hadits yang diriwayatkan oleh Iman Muslim. Dan tidak ada yang dapat menangkis ketetapan Tuhan, kecuali do’a. (HR. Tirmizi )
c. Istighfar Nabi SAW dalam sehari semalam. Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. dia berkata : Saya pernah mendengar Rasullah SAW bersabda, "Demi Allah SWT, saya memohon ampun dan bertaubat kepada Allah SWT dalam sehari semalam lebih dari 70 kali " (HR. Bukhari )
d. Contoh do’a Rasulullah SAW untuk diberi petunjuk : Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas`ud r.a dari Nabi SAW bahwa beliau pernah berdo’a (yang artinya), "Ya Allah, Aku mohon kepada-Mu petunjuk, ketaqwaan, kesucian diri dan kekayaan" ( HR. Muslim )
Dari ayat-ayat dan hadits-hadits Nabi SAW yang tersebut di atas bahwa berdo’a adalah suatu tugas yang diperintahkan kepada hamba Allah SWT untuk melaksanakannya. Karena do’a itu adalah ibadah.
 Dalam suasana modern dimana kehidupan menuntut cara dan sikap rasional dalam menghadapi segala persoalan, membuat para ahli bertumpu kepada argumen-argumen logika. Ini baik, karena akal merupakan asas ma`rifah dan sebab diturunkannya taklif (kewajiban menjalankan syariat agama).
Bagi orang-orang yang beriman kepada Allah SWT, mereka sebenarnya tidak membutuhkan dalil atau argumentasi semacam itu, kecuali bagi orang yang sombong atau orang-orang yang pendiriannya semata-mata duniawi. Mereka selalu ingikan alasan-alasan secara logika, fakta dan kenyataan. Untuk itu, perlu menghadirkan argumentasi dalam bentuk logika sebagaimana di bawah ini:
Pertama, Do’a adalah suatu kebutuhan yang mendasar. Bagi manusia, kebutuhan aspek rohani dapat dilihat dari sisi kepercayaan dan penyembahannya. Selain penganut agama besar di dunia, terdapat berbagai kepercayaan maupun penyembahan yang unik, seperti penyembahan terhadap pohon-pohon yang dianggap keramat dan lain sebagainya. Hal ini didorong oleh rasa butuh, rasa serba kurang, rasa ingin sesuatu yang lebih baik dan sebagainya. Maka, tindakan semacam itu termasuk proses awalnya untuk malakukan do’a.
Kedua, Melalui hasil pengamatan yang dilakukan oleh yayasan Lourdes, sebagaimana ditulis Alexis Carrel, ditemukan bahwa: para pelaku kriminal pada umumnya adalah orang-orang yang sama sekali tidak pernah atau jarang-jarang berdo’a. Sebaliknya, orang yang sering berdo’a terhindar dari berbuat kriminal, walaupun kondisi keuangan dan sosial merangsang mereka untuk melakukannya. Atau setidaknya, orang yang sering berdo’a tidak pernah menjadikan tindak kriminal sebagai profesinya. Hal ini menunjukan bahwa do’a merupakan keharusan dalam kehidupan, agar tidak terjadinya tindakan kriminal yang mengakibatkan kemusnahan moral maupun kerugian harta benda.
Ketiga, Do’a merupakan suatu komitmen keagamaan seseorang. Penelitian membuktikan bahwa: “do’a merupakan sejenis obat penawar”, Dr. Dale. Mattherws (1996) dari Universitas Georgetown, Amerika Serikat. Mengatakan dalam pertemuan tahunan "The American Psychiatric Association", antara lain bahwa “mungkin suatu saat kita para dokter akan menuliskan do’a dan dzikir pada kertas resep, selain resep obat pada pasien”. Selanjutnya, beliau mengatakan bahwa dari 212 studi yang telah dilakukan oleh para ahli, ternyata 75% menyatakan bahwa komitmen agama (do’a dan dzikir) menunjukan pengaruh positif pada pasien.
 Berdo’a merupakan suatu keharusan, bagi kaum Muslimin berdo’a kepada Allah SWT itu adalah wajib hukumnya, serta mendapat pahala bila berdo’a dengan jujur, ikhlas dan bersungguh-sungguh. Sedangkan do’a yang dipanjatkan itu mau diterima atau tidaknya, ia merupakan urusan Tuhan semata-mata.
Sehubungan dengan hukum berdo’a, maka berdo’a memiliki aspek hukum yang dapat ditinjau dari tingkat kepentingannya. Maka, tidak semuanya berdo’a itu hukumnya wajib. Karena, secara definitif, berdo’a adalah ibadah dan ungkapan kebutuhan bagi setiap manusia. Dengan demikian, hukum berdo’a dapat dibagi menjadi beberapa bagian, antara lain:
1.  Hukum Wajib.
Do’a yang di artikan ibadah yang wajib seperti shalat-shalat yang fardhu, dan do’a memohon ampunan dari dosa bagi orang yang melakukannya dan lainlain, maka wajiblah hukumnya. Sebagaimana perintah berdo’a. Berdasarkan pedoman dari Al-Qur`an surat al-Mukmin : 60, yang berbunyi: Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu." (QS. Al-Mukmin [40]: 60)
2.  Hukum Haram
Do’a yang tidak ada keterangan dalam Al-Qur`an dan hadits, juga termasuk do’a-do’a yang dilarang dalam Islam seperti do’a meminta kejelekan, meminta bala’, do’a yang diminta kepada selain Allah SWT dan sebagainya. Maka, do’a semacam itu hukumnya haram. berdasarkan firman Allah SWT dalam surat Yunus : 11, yang berbunyi: "Dan kalau sekiranya Allah SWT menyegerakan kejahatan bagi manusia seperti permintaan mereka untuk menyegerakan kebaikan, pastilah diakhiri umur mereka. Maka Kami biarkan orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami, bergelimangan di dalam kesesatan mereka". (QS. Yunus [10] : 11)
3.  Hukum Sunat
Berdo’a hukumnya sunah (mustahab), ini menurut ahli fikih (fuqaha), ahli hadits (muhaditsin), jumhur ulama (kebanyakan ulama), baik mereka dari golongan salaf (ulama terdahulu), dan khalaf (ulama mutaakhirin). Do’a yang dimaksud adalah do’a yang mengiringi aktifitas biasa, seperti do’a ssetelah shalat, do’a minta hujan, do’a kepada orang yang jauh, do’a murah rizki dan lain-lain yang tidak termasuk dalam ibadah wajib. Sedangkan angkat tangan dalam berdo’a termasuk sunah juga. Berdasarkan pernyataan Imam Ibn Taimiah yang mengatakan; banyak hadits yang menerangkan bahawa Nabi SAW mengangkat tangannya ketika berdo’a sedangkan menyapu tangan kewajah setelah berdo’a, menurut Imam Nawawi tidak memiliki landasan hukumnya.
4.  Hukum Mubah (boleh berdo’a dan boleh ditinggalkannya)
Do’a yang bersifat tahniah di ucapkan seseorang kepada orang lain yang berprestasi, baik dalam pekerjaan maupun yang lain, atau do’a - do’a sanjungan dan sebagainya yang tidak berlebihan. Disini tidak menjelaskan hukum-hukum secara rinci tentang berdo’a. Hal ini disebabkan dalil yang diperoleh sangatlah terbatas serta mengingat masalah hukum yang secara rinci, lebih kebidang fikih. Dengan demikian cukup diterangkan kreterianya saja.

BAB III
DO’A ADALAH PERHIASAN HIDUP

A.    Khasiat Do’a Sepanjang Masa
Allah SWT telah banyak mengisahkan dahsyatnya do’a, yang menjadi solusi problem – problem besar dan menjadi sebab yang menyelamatkan dalam banyak peristiwa genting dari zaman ke zaman. Dan walaupun dengan variasi dan kadar yang berbeda, sebenarnya problem – problem  yang di hadapi manusia dari zaman ke zaman memiliki karakter yang hampir sama.
Apabila di zaman ini banyak orang yang galau, atau berduka karena kesulitan yang menghimpitnya, maka dahulu Nabi Yunus ‘alaihissalam pernah mengalami hal yang sama dan bahkan lebih berat. Toh, kegalauan itu akhirnya sirna dengan do’a beliau, “laa ilaaha illa anta subhaanaka inni kuntu minazh zhaalimin,” Karena Allah menjawab do’a beliau dengan firman-Nya, “Maka Kami kabulkan (do’a)nya dan Kami selamatkan dia dari kedukaan. Dan demikianlah Kami menyelamatkan orang – orang beriman..” (QS. Al-Anbiya’ [21] : 88)
Apabila sekarang banyak orang yang menderita sakit yang tak kunjung sembuh, dan tak jarang kesulitan untuk menemukan sebab dan obatnya, hal yang sama pernah menimpa Nabi Ayyuub ‘alaihissalam. Dan
 
pada akhirnya penyakit sembuh dengan do’a, “Rabbi inni massaniyadh dhurru wa Anta Arhamur Raahimiin”, Karena Allah SWT menjawab do’a beliau dengan firman-Nya, “Maka Kami kabulkan (do’a)nya, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan (Kami lipat gandakan jumlah mereka) sebagai suatu rahmat dari Kami, dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Kami.” (QS. Al-Anbiya’ [21] : 84)
Apabila sekarang banyak orang mengalami rasa takut akan datangnya bencana, atau khawatir dengan bahaya yang mengancam, solusi dari semua itu juga telah ditempuh oleh Nabi SAW yang mulia, Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam, yakni dengan do’a, “hasbunallahu wa ni’mal Wakiil”, maka Allah SWT menghindarkan mereka dari bahaya, sebagaimana firman-Nya,“Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah SWT, mereka tidak ditimpa suatu bencana dan mereka mengikuti keridhaan Allah SWT. Allah SWT mempunyai karunia yang besar.” (QS. Ali Imran [03] : 174)
Begitulah do’a, mampu menjadi solusi saat manusia angkat tangan untuk memberi solusi. Do’a juga efektif menjadi jalan keluar ketika segala cara menemui jalan buntu. Do’a juga mampu mencegah bahaya, yang dosisnya tidak mampu dibendung oleh kekuatan manusia.
Semestinya do’a bukan menjadi alternatif  terakhir, atau ia baru diingat setelah ikhtiar tak menghasilkan jalan keluar. Mestinya do’a tetap mengiringi sebelum, di saat dan setelah ikhtiar dilakukan.
Faktanya, masih jamak terjadi di kalangan kaum muslimin, mereka begitu getol dan rajin berdo’a saat menghadapi situasi khusus. Saat anak mencari sekolah, ketika sedang mencari lowongan kerja, tatkala ada keluarga yang sakit, atau ketika ada tanda-tanda bencana akan terjadi. Selebihnya, tak ada do’a dipanjatkan, tak tersirat dalam pikirannya bahwa Allah SWT lah yang kuasa segalanya, untuk memberi atau menahan sesuatu yang diharapkan. Manusia tidak lepas sedikitpun dari pertolongan Allah SWT untuk meraih kesuksesan. Sehingga ia perlu berdo’a kepada Allah SWT untuk kebaikan seluruh urusannya, bukan hanya mengandalkan kehebatan dirinya yang hakikatnya sangat lemah tanpa pertolongan Allah SWT. Karenanya, di antara do’a yang diajarkan oleh Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasalam adalah,
أَنْتَ اللَّهُمَّ رَحْمَتَكَ أَرْجُو فَلاَ تَكِلْنِى إِلَى نَفْسِى طَرْفَةَ عَيْنٍ وَأَصْلِحْ لِى شَأْنِى كُلَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ
“Ya Allah, rahmat-Mu aku harap, dan janganlah Engkau serahkan (nasib) diriku kepada diriku sendiri meski hanya sekejap mata, perbaguslah untukku segala urusanku, tidak ada ilah yang haq kecuali Engkau.” (HR Abu Dawud)


B.     Syarat dan Adab berdo’a
1.      Orang yang berdo’a hendaknya mengesakan Allah SWT dalam rubbiyah, uluhiyah, asma dan sifat-Nya, serta hatinya dipenuhi dengan tauhid pohon keimanan. Kemudian syarat diterimannya do’a oleh Allah SWT adalah ; adanya pemenuhan seorang hamba terhadap perintah Rabb-nya, dengan menaati-Nya dan tidak mendurhakai-Nya. Allah SWT berfirman,
“Dan apabila hamba–hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad SWT) tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila dia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al-Baqarah [2] : 186]

2.      Do’a yang dibaca adalah do’a yang ada tuntutan syariatnya dan dalam utusan yang diperbolehkan agama pula.
3.      Berkeyakinan bahwa yang mampu mengabulkan do’a, mendatangkan manfaat, dan menolak madharat karena Allah SWT sematsa.
4.      Melaksanakan dua rukun ibadah yaitu ikhlas dan mengikut sunnah Rasulullah SAW.  Ikhlas dalam berdo’a ditambah dengan merendahkan diri adalah sebab yang akan menghilangkan kesulitan dan petaka, serta dikabulkannya do’a. Karena itu do’a orang yang dalam kesulitan sering dikabulkan. Firman Allah SWT :
“Bukanlah Dia (Allah SWT) yang memperkenankan (do’a) orang yang dalam kesulitan apabila dia berdo’a kepada-Nya, dan menghilangkan kesusahan dan menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah (pemimpin) di bumi? Apakah di samping Allah SWT ada tuhan (yang lain)? Sedikit sekali (nikmat Allah SWT) yang kamu ingat.” (QS. An-Naml [27] : 62)
Yang dimaksud dengan orang dalam kesulitan itu adalah orang yang diguncangkan oleh malapetaka, dan kesulitan mendapatakan kebutuhan. Mereka yang diserang penyakit, diterpa kemiskinan, atau yang menimpa dirinya sehingga mendorong ia untuk merendahkan diri kepada Allah SWT.
Orang yang dalam keadaan seperti itu, tentunya berada dalam keikhlasan yang memuncak dan benar – benar merendahkan diri kepada Allah SWT lebih dari yang lainnya. Sehingga harapannya besar, do’anya lebih khusyuk. Oleh karena itu, do’a yang ia panjatkan lebih besar harapan untuk dikabulkan daripada yang lain.
5.      Menghadap hanya kepada Allah SWT dengan penuh ketundukan dan kepasrahan.
6.      Mengonsumsi makanan halal, berpakaian yang halal, bertempat tinggal yang halal, bekerja yang halal, suka memperintahkan perbuatan yang ma’ruf dan mencegah perbuatan yang mungkar.
7.      Tidak berlaku sekehendak hati terhadap dirinya sendiri dengan merusak kehormatan dan melakukan kemaksiatan, seperti durhaka kepada kedua orang tua dan memutus tali silaturahmi.
8.      Tidak melampaui batas dalam berdo’a seperti berdo’a untuk perbuatan dosa dan memutus tali silaturahmi.
9.      Tidak tergesa – gesa dalam berdo’a (tidak menuntut agar do’anya segera dikabulkan), juga tidak minta ditunda, tidak mudah putus asa, karena dia sedang berdo’a kepada Rabb yang Maha Dermawan.
10.  Memulai do’a dengan memuji dan menyanjung Allah SWT sesuai dengan kedudukan-Nya, dan memohon shalawat dan salam untuk Rasulullah SAW, penutup para nabi dan rasul.
11.  Yakin dengan terkabulnya do’a
12.  Berdo’a dengan urutan yang paling sempurna : Urutan pertama, bershalawat kepada Nabi SAW pada pembukaan do’a, pertengahan dan penutupnya. Shalawat bafi do’a ibarat sayap, dia akan mengangkat do’a yang tulis ke langit. Urutan kedua, bershalawat  pada pembukaan dan penghabisannya. Urutan ketiga, bershalawat pada pembukaannya saja.
13.  Memulai dari diri sendiri jika dia berdo’a sendirian. Karena jika Nabi SAW berdo’a, beliau akan memulainya untuk diri beliau, begitu juga ketika Nabi SAW berdo’a untuk orang lain. Begitulah cara para nabi dalam berdo’a, sebagaimana yang terdapat dalam ayat – ayat Al-Qur’an Al-Karim. Disebutkan bahwa dalam beberapa kesempatan Nabi SAW pernah berdo’a hanya untuk orang tertentu saja. Jika beliau berdo’a bersama kaum, maka mereka mengamini do’a beliau dan do’a yang beliau ucapkan pun dalam bentuk jamak agar mencakup semua orang.
14.  Mengimani kekuasaan Allah SWT untuk memberikan manfaat, menolak bahaya, dan menghilangkan keburukan.
15.  Bertawassul kepada Allah SWT dengan keesaan-Nya, dengan asma dan sifat-Nya, serta dengan amal shalih, kemudian kita meminta kebutuhan kita.
16.  Membaca do’a – do’a yang singkat tapi padat.
17.  Mengakhiri do’anya dengan menyebut salah satu dari asmaul husna yang sesuai dengan kebutuhan yang dia minta. Ini adalah kebiasaan yang ditempuh oleh para nabi dalam berdo’a. Sebagaimana disebutkan dalam ayat – ayat yang ada dalam Al-Qur’an Al-Karim, juga dalam do’a – do’a Nabi Muhammad SAW. Dan hal ini banyak dijumpai dalam As-sunah.
18.  Hendaknya berdo’a dalam keadaan suci dari hadats dan najis.
19.  Hendaknya mulutnya bersih, untuk itu dapat dibersihkan dengan siwak. Dari sini kita tahu bahwa berdo’a dan berdzikir dalam keadaan mulut bercampur dengan kotoran, seperti asap rokok, adalah menyelisihi adab yang benar dalam berdo’a. Bahkan membaca Al-Qur’an Al-Karim pun tidak diperbolehkan di tempat – tempat yang berbau rokok. Karena semua itu dapat menimbulkan sikap meremehkan.
20.  Hendaknya berdo’a pada tempat yang suci. Berdasar pada keumuman perintah untuk menjauhi najis. Sebagaimana firman Allah SWT: “Dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah. (Q.S Al-Mudatsir [74] : 4 – 5)
21.  Berdo’a yang tidak dilagukan, tidak berlebih – lebihan dalam mengucapkannya dan tidak dipuisikan. Karena semua itu menghilangkan sikap rendah diri dalam berdo’a.
22.  Do’a yang dibaca itu do’a yang mu’rab (tata bahsanya tepat). Karena i’rab bmerupakan sandaran perkataan, dengan i’rab perkataan menjadi benar dan tanpa i’rab perkataan menjadi salah. Bisa jadi makna kata yang tidak mengikuti tata bahasa yang benar terbalik menjadi kata yang bermakna kufur.
23.  Mengangkat kedua tangan ke arah muka saat berdo’a. Karena merupakan salah satu dari sebab yang menjadikan do’a terkabul.
24.  Menampakkan kekafirannya dan kemiskinannya di hadapan Allah SWT saat berdo’a. Dan berdo’a dalam keadaan yang paling sempurna, yakni pada keadaan – keadaan ketika dia merasakan hadirnya hati, ketika mengharap, ketika menghadap kepada-Nya sepenuh hati, tunduk, pasrah, khusyuk, harap dan cemas baik dalam keadaan sempit maupun lapang, dalam keadaan sulit maupun mudah. Firman Allah SWT : “Sesungguhnya mereka adalah orang – orang yang selalu bersegera dalam (melakukan) perbuatan – perbuatan yang baik dan mereka berdo’a kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang – orang yang khusyuk kepada Kami.” (Q.S Al-Anbiya’ [21] : 90)
25.  Seorang hamba harus memperbanyak do’a di waktu yang lapang.
26.  Orang yang berdo’a harus memiliki tekad yang kuat dalam meminta pada segala kondisi. Hendaknya dia yakin bahwa do’anya akan dikabulkan, sambil mengharap kemurahan dan keutamaan dari Allah SWT. Mengiba ketika berdo’a dan mengulanginya sebanyak tiga kali.
27.  Orang yang berdo’a hendaknya tidak meminta agar pengabulan do’anya ditunda, dan tidak boleh gelisah ketika do’anya belum dikabulkan, serta tidak berputus asa lalu meninggalkan do’a. Karena jika tidak bersikap yang baik, akan jadi mengeluh yang nanti ujung – ujunya dosa. Mengingat putus asa dari Rahmat Allah SWT itu merupakan dosa besar. Dan barangsiapa mengeluh maka dia akan terputus dari rahmat Allah SWT. Allah SWT berfirman : “Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi. Dan malaikat – malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempnyai rasa angkuh untuk menyebah-Nya dan tiada (pula) merasa letih.’ (Q.S Al-Anbiya’ [21] : 19)
28.  Hendaknya tidak berputus asa dalam berdo’a. Allah SWT berfirman : Ibrahim berkata, “Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Rabb-nya, kecuali orang – orang yang sesat.” (Q.S Al-Hijr [15] : 56)
29.  Berprasangka baik kepada Allah SWT sewaktu berdo’a. Sebagaimana dia juga harus berprasangka baik keapada Allah SWT dalam seluruh sisi kehidupannya.
30.  Hendaknya keyakinan hati akan terkabulnya do’a.

C.    Waktu Do’a Yang Mustajab
Hidayah taufik yang menggerakan seseorang untuk berdo’a adalah keutamaan yang Allah SWT berikan kepada siapa pun yang Dia kehendaki. Hal ini disebabkan orang yang mendapat taufik hanyalah mereka yang Allah SWT karuniai. Karena itu, seorang hamba harus bersungguh – sungguh untuk memohon taufik dari Allah SWT.
Orang yang mendapat hidayah hanyalah mereka yang Allah SWT berikan hidayah. Sehingga seseorang dapat mengucapkan kata – kata baik karena Allah SWT memberikan hidayah kepadanya.
Demikian juga dengan do’a, hanya orang yang Allah SWT berikan taufik yang dapat berdo’a. Karena itu, kita harus senantiasa berdo’a kepada Allah SWT agar dapat berdo’a dan diberikan taufik. Nabi SAW bersabda, “Apakah kalian ingin bersungguh – sungguh dalam berdo’a? Ucapkanlah: Ya Allah bantulah kami untuk (dapat dan selalu) bersyukur kepada-Mu. Mengingat-Mu (berdzikir), dan beribadah untuk-Mu dengan baik.”
Hendaknya seorang hamba senantiasa berdo’a setiap waktu dan kesempatan, karena Allah SWT Maha Mendengar, Maha Dekat, dan Maha Mengabulkan do’a. Tetapi, akan lebih baik bila kita dapat memfokuskan do’a pada waktu – waktu yang telah dianjurkan oleh Rasulullah SAW dan lebih memprioritaskannya. Hal ini dikarenakan pada waktu – waktu iu do’a sangat besar harapannya untuk lebih didengar dan lebih berpeluang untuk dikabulkan. Hanya Allah SWT tempat memohon. Diantara waktu – waktu tersebut yaitu :
1.      Sepertiga Malam Terakhir
Hal ini berdasarkan hadits dari Abu Hurairah yang terdapat dalam shahihain bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Setiap malam, Rabb kita selalu turun ke langit dunia saat malam tinggal sepertiga terakhir. Lalu Dia berfiman, ‘Barangsiapa yang memohon kepada-Ku, Aku akan mengabulkannya. Barangsiapa yang meminta kepada-Ku, Aku akan memberinya. Dan barangsiapa yang memohon ampunan kepada-Ku. Aku akan mengampuninnya’.”

Imam Muslim meriwayatkan hadits dari Jabir, bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya pada malam hari ada satu waktu yang bila seorang hamba muslim berdo’a kepada Allah SWT bertepatan pada waktu itu, pastilah Dia mengabulkannya.”
Dalam riwayat Muslim yang lain, redaksi hadits di atas berbunyi : “Sesungguhnya pada malam hari ada satu waktu, tidaklah seorang muslim memohon kepada Allah SWT kebaikan dunia dan akhirat bertetapan dengan saat itu melainkan Dia akan mengabulkannya, dan itu akan berlaku pada setiap malam.”
2.      Hari Jum’at
Ada juga satu waktu pada hari Jum’at saat dikabulkannya do’a. Hadits Riwayat Bukhari Muslim : Rasulullah SAW bersabda : “Pada hari Jum’at ada satu masa, tidaklah seorang muslim meminta kebaikan kepada Allah SWT. bertepatan dengan masa itu sedang ia berdiri shalat kecuali Dia akan mengabulkannya.”
Beliau bersabda sambil memberikan isyarat dengan tangannya, menunjukan bahwa masa tersebut hanya sebentar.
Banyak sekali perkataan para ulama dalam menentukan waktu tersebut. Dalam Sahih Muslim terdapat hadits yang diriwayatkan dari Abu Musa Al-Asy’Ari mengenai satu waktu pada hari Jum’at tersebut. Ia mendengar Rasulullah SAW bersabda : “(Waktu tersebut) adalah antara imam (khatib) duduk hingga shalat berakhir.”
Hanya saja hadits ini ada cacatnya dan tidak shahih. Ad-Daru Qutni telah menyatakan kecacatannya. Sebagaimana Imam Ibnu Hajar juga beranggapan yang sama dengan menyatakan bahwa riwayat ini adalah mudhtharib dan mungqati’.”
Terdapat juga hadits lain yang menjelaskan waktu tersebut dengan sanad yang shahih, hanya saja masih ada sedikit cacat. Hadits itu adalah hadits yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah , bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Pada hari Jum’at ada dua belas, maksudnya 12 jam, tidak ada seorang muslim yang meminta sesuatu kepada Allah SWT melainkan Dia akan mengabulkannya, maka carilah ia pada jam terakhir Ashar.”
Pada masalah ini, pendapat inilah yang paling mendekati kebenaran. Meski demikian, hendaklah seorang muslim tetap bersungguh – sungguh dalam berdo’a pada seluruh waktu di hari Jum’at.
3.      Antara Adzan dan Iqamah
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW : “Do’a yang dilanturkan diantara adzan dan iqamah tidak akan ditolak, maka berdo’alah.” (HR. Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi)
4.      Ketika Didirikan Shalat
Rasulullah SAW bersabda : “Ada dua masa yang do’a seorang pemohon tidak akan ditolak saat itu; saat shalat dan saat ia berada dalam barisan jihad fi sabilillah.” (HR. Ibnu Hibban)
Ada juga hadits yang sama dengan hadits di atas, dengan sanad shahih lighairih yang berbunyi : “Ada dua masa yang pada saat itu pintu – pintu langit dibuka, saat shalat didirikan dan saat ia berada dalam barisan pasukan jihad fi sabilillah.” (HR. Tirmidzi)
5.      Ketika Sujud
Rasulullah SAW bersabda : “Saat seorang hamba yang paling dekat dengan Rabb-nya ialah ketika ia sedang bersujud, maka perbanyaklah berdo’a.”(HR. Muslim dan Abu Hurairah)
6.      Setelah Shalat
Firman Allah SWT : “Maka apabila kammu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh – sungguh (urusan) yang lain.” (QS. Al-Isyirah [94] : 7)

D.    Fungsi Do’a
Fungsi do’a, meliputi mengenai kedudukan dan manfaat dari perbuatan do’a. Umumnya menjadi sebuah harapan bagi orang yang berdo’a itu sendiri. Karena, dengan memahami fungsi do’a akan memberikan motivasi dan kegemaran terhadap seseorang untuk berdo’a. Karena, dalam kegiatan apapun orang akan melihat sisi kelebihan dan kekurangnya, apabila berdo’a itu hanya ada manfaatnya saja dan sama sekali tidak merugikan. Maka disitulah munculnya keinginan untuk melakukan do’a.
Do’a berkedudukan sebagai suatu rangka dari rangkaian Iman dan Islam. Karena do’a memiliki nilai ibadah yang akan menentukan keselamatan dalam kehidupan di dunia serta memberi tempat yang baik di akhirat. Oleh karena itu, do’a dinyatakan sebagai jalan yang menghasilkan apa yang dicita – citakan. Jalan kebahagiaan yang hanya bisa dilalui oleh orang – orang yang mengenal Allah SWT, mencintai-Nya, dan menghambakan diri kepada-Nya. Sekaligus do’a adalah sumber kelezatan bagi orang – orang yang beriman.
Maka dari itu, do’a itu merupakan suatu amalan yang harus dilakukan. Bagi kaum Muslimin yang beriman, tidak boleh melalaikan do’a sebagaimana tidak boleh melalaikan shalat, puasa, zakat dan sebagainya.
Berdo’a memiliki fungsi yang berbeda dengan fungsi-fungsi amalan lainnya, karena do’a meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, suka atau tidak suka manusia tetap harus berdo’a, apalagi segala aktifitas manusia dapat disertai dengan berdo’a, agar aktifitas tersebut mendapat hasil yang baik dan maksimal.Adapun fungsi do’a yang dimaksud antara lain :
1.  Do’a Sebagai Ibadah.
Sudah dipastikan bahwa manusia membutuhkan rangkaian ibadah. Islam memiliki landasan hukum yang tepat untuk beribadah. Maka, do’atermasuk ibadah yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut.
2.  Do’a Sebagai Sarana Ekspresi
Do’a adalah amalan para Nabi dan orang shaleh, mereka memohon perlindungan kepada Allah SWT ketika menghadapi persoalan yang sangat berat, ketika mendapatkan musibah duka yang sangat berat dan tidak tertahan, ketika mengharap kemenangan yang tidak kunjung datang dan sebagainya. Maka apabila seseorang berdo’a, ia akan merasa lapang dalam pikirannya, karena sudah melaporkan segala yang dihadapinya kepada Allah SWT. Dengan demikan, ketika pikiran lapang, segala potensinya di dalam dirinya dapat tewujud.
3. Do’a Sebagai Pangalaman Kognisi.
Perasaan resah gelisah, risau dan kelabu, sering menyerang manusia. Kadang bercampur dengan rasa takut dan cemas, sehingga manusia tidak mampu menghadapi dan mengatasinya. Terasa dirinya ditimbun oleh tumpukan kesulitan. Keadaan ini akan mempengaruhi kesehatan jasmani sehingga dalam melakukan aktifitas berdampak tidak baik, bahkan mungkin dapat meyerang kesehatan rohani, lebih jauh juga dapat mengganggu hubungan sosialnya.
Maka, untuk mengatasi persoalan diatas, hendaklah berdo’a. Karena, do’a dapat menghilangkan ketakutan. Do’a bisa membuat hati yang resah manjadi tenang serta dapat mengembalikan kepercayaan diri sendiri yang lebih besar. Apalagi apabila berdo’a dilakukan oleh orang yang imannya kuat, dengan berdo’aitu dia yakin benar bahwa Allah SWT itu selalu dan pasti menyelamatkan orang - orangyang percaya dan beriman kepada-Nya.
4. Berdo’a Sebagai Alat Komunikasi.
Berdo’a itu berkomunikasi dengan Allah SWT, memanjakan sesuatu harapan dan mengadukan nasib diri kehadirat-Nya. Orang yang berdo’a akan merasa bahwa dia dihadapan Allah SWT, apapun yang dikatakan tentunya didengarkan oleh Allah SWT.
5. Do’a Sebagai Solusi Terhadap Problematika Sosial.
Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia dihadapkan dengan berbagai problematika, munculnya peristiwa anarkis, perjudian, perampokan, dan lain sebagainya. Bagi orang yang melakukannya mungkin karena jiwanya didesak oleh perasaan gelisah, takut, ingin kaya, ingin berkuasa dan ingin serba adil dalam interaksi sesamanya. Hal ini dapat terjadi karena mereka masih kurang dalam kesadaran beragama, kesadaran bersosial, juga kesadaran terhadap diri sendiri maupun orang lain. Sehingga, dalam pendekatan Ilahiyahmasih minim dan jiwa mereka masih diselimuti oleh perkara duniawi semata.
Do’a sebagai proses solusi terhadap problem kehidupan baik spritual maupun material, dengan mengajak dan memberi kesadaran untuk memahami makna kehidupan bermasyarakat serta mengenal titik kelemahan sebagai manusia yang membutuhkan. Selain itu, dengan berdo’a akan merasa dirinya menjadi seorang Muslim yang baik serta kejiwaan yang tidak menginginkan sesuatu yang jahat terjadi.
6.  Do’a Sebagai Sarana Penyembuhan dan Pengobatan
Pentingnya do’a dalam kesehatan dapat dilihat dari batasan Organisasi Kesehatan se-Dunia (1984) yang menyatakan bahwa aspek spiritual (keruhanian, agama) merupakan salah satu unsur dari pengertian kesehatan seutuhnya. Yaitu, sehat yang meliputi fisik, psikologik, sosial dan spritual (biopsiko-sosio-spiritual).
7. Doa Sebagai Pembinaan
Do’a mempunyai manfaat bagi pembinaan dan peningkatan semangat hidup. Pembinaan melalui do’a adalah mengendali pusat gerak spritual yang merupakan refleksi lahir melalui zikir dan do’a juga mengembalikan hati nurani kepada zikrullah supaya menjadikan hati tetaphadir kepada-Nya. Sehingga dapat menenangkan perasaan dan menentramkan jiwa maupun mental untuk perkembangan kearah yang optimisme.
8. Do’a Sebagai Pencegahan
Ilmuan D.B. Larson dan kawan-kawan (1992), dalam penelitiannya sebagaimana termuat dalam "Religious Commitment and Health" (APA, 1992), menyatakan antara lain bahwa; komitmen do’a sangat penting dalam pencegahan agar seseorang tidak jatuh sakit, meningkatkan kemampuan seseorang dalam mengatasi penderitaan bila ia sedang sakit serta mempercepat penyembuhan selain terapi medis yang diberikan. Do’a juga dapat memberi manfaat pencegahan terhadap kegoncangan kejiwaan dan penyembuhan stres.
Demikianlah fungsi do’a dalam konteks Islami, yang begitu istimewanya nilai-nilai yang diberikan oleh Allah SWT kepada manusia.
Jadi, pembicaraan tentang do’a bukanlah sesuatu yang menutupi realitas kehidupan, justru ia mendukung agar orang yang berdo’a memiliki kekuatan serta mempunyai nilai-nilai di mata masyarakat, sekaligus mendapat pahala dari Allah SWT. Dan orang yang melakukannya harus memahami bahwa dalam pandangan Islam do’a berada pada peringkat setelah tugas dan daya upaya yang sudah dilakukan secara terus menerus dan sabar.



BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Do’a adalah media komunikasi antara hamba dengan Allah SWT dengan segala sesuatu yang diharapkan atau yang diminta kepada Allah SWT menggunakan lafaz yang sesuai dan mengharapkan keinginannya terkabulkan. Berdo’a hendaknya dilakukan setiap waktu dan kesempatan, karena Allah SWT Maha Dekat, Maha Dengar, dan Maha Mengabulkan. Tapi, akan lebih baik bila kita memfokuskan do’a pada watu – waktu yang telah dianjurka oleh Rasulullah SAW dan lebih memprioritaskannya. Karenanya waktu – waktu itu do’a sangat besar harapannya untuk lebih didengar dan lebih berpeluang untuk dikabulkan. Waktu – waktu tersebut adalah sepertiga malam terakhir, hari jum’at, antara adzan dan iqamah, ketika didirikan shalat dan sesudah shalat.
Saran
           Ada banyak siswa yang belum mengerti begitu jelas tentang do’a bagi kehidupan, oleh karena itu sebaiknya siswa lebih meningkatkan pembelajarannya tentang pentungngnya doa bagi kehidupan. Untuk umat Muslim seejati, seharusnya mereka sadar bahwa do’a itu adalah media komunikasi kepada Allah SWT yang seharusnya dilakukan setiap waktu dan dimana pun mereka berada karena hidup tanpa do’a bagai tentara tanpa senjata.




DAFTAR PUSTAKA

Bakr bin Abdullah Abu Zaid. 2011. Tash-hihu Ad-Du’a’. Solo : Media Zikir.
Al-Adawi, Mustthafa. 2008.  Fiqhud Du’a. Solo : Aqwam
Khalid bin Sulaiman ar-Rib’i. 2012. Sungguh, Do’a Memang Ajaib. Solo :  Pustaka Iltizam
Amiruddin, Aam. 2004. Do’a Orang – Orang Sukses. Bandung : Khazanah Intlektual
Al Battar, Saif. 7 Juli 2012 Tanpa Do’a Bagai Tentara Tanpa Senjata http://www.arrahmah.com/read/2012/07/07/21464-tanpa-doa-bagai-tentara-tanpa-senjata.html, 4 Agustus 2015
Perpustakaan UIN Walisongo Semarang. 2006 Makna Do’a http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/28/jtptiain-gdl-s1-2006-maropeesay-1391-bab2_410-0.pdf , 9 Agustus 2015



 

No comments:

Post a Comment